Kisah Umar bin Khattab RA Tawassul Kepada Paman Nabi




Sayyidina Umar adalah salah seorang sahabat yang sangat dicintai Rasulullah SAW. Sebelum masuk Islam, beliau adalah sosok yang sangat membenci dan memusuhi Islam. Namun setelah mendapatkan hidayah, beliau menjadi garda terdepan dalam memahami agama Allah SWT. Sebab kearifan dan keteladanan beliau itu, Nabi Muhammad SAW memberi pujian kepada beliau:
“ Umar bersamaku, dan akupun bersamanya. Kebenaran yang datang setelahku juga ada pada Umar, dimanapun dia berada ”(HR. At-tabrani)
Dalam konteks lain, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menegakkan kebenaran pada lisan dan hati Umar” (HR.Ahmad & Tirmidzi)
Kemuliaan yang Diperoleh Umar inilah yang menjadikan dia sebagai sumber rujukan setelah masa Rasulullah SAW wafat. Dia terkenal sebagai pribadi yang terbukti, penuh kasih sayang, dan bijaksana. Sepeninggal wafatnya Rasulullah dan Abu Bakar, ia diangkat menjadi khalifah bergelar amirul Mukminin (pemimpin orang-orang beriman). Di bawah kepemimpinannya, wilayah kekuasaan umat muslim semakin luas dan kuat.
Suatu saat, musim panas melanda daerah Arab. Cuaca sangat kering, pohon-pohon mati, hewan dan manusia kehausan. Cuaca buruk ini membuat kegiatan masyarakat Arab terganggu. Masyarakat Arab saat itu menentang sebagai Aam Ramadhah (tahun kerusakan). Umar RA yang saat itu diminta sebagai khalifah tak tinggal diam. Dia yang mengundang seluruh muslimin untuk menjalankan shalat istisqa` dan memohon pada Allah agar segera menurunkan hujan.

Dalam khutbahnya, ia mengatakan:
أن رسول الله (ص) كان يرى للعباس ما يرى الولد للوالد ، فاقتدوا أيها الناس برسول الله (لا ملم ف م م ف)

“ Sesungguhnya Rasulullah SAW menganggap pamannya, Abbas RA, sebagai hubungan ayah dan anak. Maka ikutilah dia dalam diri pamannya ini, dan jadikanlah ia sebagai wasilah kepada Allah SWT ”
Dalam riwayat lain beliau mengatakan:

جئناك بعم نبينا فاسقنا

“ Kami datang ke-Mu bersama paman nabi Kami. Maka turunkanlah hujan ke kami ”
Seketika itu, hujan langsung turun begitu deras mengguyur kota Madinah. Dari cerita tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kalimat yang diucapkan Umar RA tersebut.
Pertama, Tawasul adalah tindakan yang diizinkan. Tradisi tawasul sebetulnya sudah dilakukan pada zaman Nabi SAW. Hal ini pun sudah menjadi lumrah dikalangan sahabat. Bahkan, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah, Nabi Adam AS, juga pernah bertawasul kepada Nabi Muhammad SAW. Penyebabnya, Nabi Adam dapat diampuni oleh Allah. Tawasul ini juga dilakukan oleh Rasulullah SAW, kompilasi dia memohon ampunkan Ibunya, Fatimah binti Asad, dengan menggabungkan dirinya sendiri dan para nabi sebelum beliau.
Kedua, Tawasul boleh bagi selain Nabi. Pada saat itu, para sahabat hanya mengetahui bahwa tawasul hanya menggunakan izin Nabi Muhammad SAW. Umar RA memberikan contoh kepada para sahabat lainnya tentang tawasul yang bisa dilakukan dengan perbandingan selain nabi. Tawasul bisa dilakukan dengan melibatkan orang saleh, para wali, dan orang-orang yang dekat dengan Allah SAW. Maka dari itu, jangan jarang kita melihat dan mendengar tawasul yang disandarkan kepada Syaikh Abdul Qodir, para wali, dan lain sebagainya.
Ketiga, tawasul tidak terbatas pada orang yang masih hidup. Banyak yang mengira tawasulnya Umar kepada Abbas ini karena Nabi Muhammad SAW telah meninggal karena Abbas RA masih hidup. Pendapat ini dapat dipatahkan karena Nabi Adam juga pernah bertawasul kepada Nabi Muhamad sebelum Nabi Muhammad dihidupkan kembali. Selain itu, para sahabat yang lain juga banyak yang bertawasul kepada nabi sepeninggal wafatnya beliau.
Keempat, Umar RA melakukan tawasul kepada Abbas untuk meminta iman Mukmin yang masih lemah. Seperti yang kita tau, segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah SWT, bukan karena kehendak keterlibatan. Maka dari itu, tawasul tidak mungkin diijabah kompilasi Allah tidak menghendaki.
Umar RA tidak bertawasul kepada Nabi karena meminta iman orang-orang mukmin yang masih lemah imanannya. Karena bisa jadi kompilasi tawasul untuk Nabi tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Mungkin saja hal itu bisa membuat rasa ragu dan pada diri orang yang masih lemah imannya. Ketika tawasul itu ditujukan kepada nabi, maka keraguan itu tidak akan terjadi.
Wallahu a`lam
Disarikan dari kitab “ ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd alal wahabiyyah ” karya Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan

0 Response to "Kisah Umar bin Khattab RA Tawassul Kepada Paman Nabi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel